Pendidikan Pada Masa Remaja
Pendidikan Pada Masa Remaja
Setiap manusia mengalami fase-fase
tertentu dalam hidupnya, seperti pada masa bayi, fase anak-anak, fase
remaja, fase dewasa, dan fase lanjut usia. Namun, yang sering mengalami
pencarian makna hidup berada pada fase remaja. Pada suatu periode dalam
masa perkembangan yang merupakan fokus yang menarik untuk dikaji adalah
remaja. Sebab pada masa ini, individu remaja mengalami masa penyesuaian
diri dengan lingkungan yang ada disekitarnya, khususnya dengan tatanan
norma, nilai, adat, dan etika yang berlaku di masyarakat. Masa remaja
merupakan masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak
dan masa dewasa. Masa remaja termasuk juga masa yang indah dan terkadang
kita mendengar slogan “Indahnya Masa Remaja”, tapi jangan lupa masa ini juga merupakan masa yang menentukan, di mana anak banyak mengalami perubahan fisik dan psikis.
Pada masa perkembangan ini, remaja mulai
menuntut untuk diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri, suka
mencetuskan perasaannya, jika dianggap perlu remaja tersebut memberontak
karena dia merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi, dan mengapa belum
diakui kedewasaannya hingga mengakibatkan kegelisahan di dalam dirinya,
kurang tenang dengan keadaan lingkungan. Biasanya remaja memiliki yang
dikaguminya, namun sikapnya tidak selalu negatif. Remaja juga sangat
tertarik kepada kelompok sebaya, mencari perhatian di dalam
lingkungannya, emosi yang meluap-luap, serta pertumbuhan fisik mengalami
perubahan yang pesat. Di sisi lain, kehidupan remaja sangat kompleks
dengan berbagai kreatifitas dan keinginan untuk mencoba segala yang ada
di sekitarnya, baik dalam bidang pergaulan maupun intelektual. Olehnya
itu dibutuhkan suatu wadah agar bakat, minat serta keinginan berprestasi
dapat diwujudkan.
Pendidikan yang merupakan usaha sadar dan dilakukan oleh orang dewasa (pendidik)
dengan berencana, terprogram dan terkendali untuk menyiapkan individu
melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan bagi peranannya di
masa yang akan datang. Dengan pendidikan itulah, individu remaja
mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya melalui alat atau
media pendidikan hingga peserta didik (remaja) mampu menemukan aktivitasnya sendiri serta dapat mengalami perubahan positif dalam aspek kepribadiannya yang menyangkut tri domain yaitu, perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor.
A. Fungsi-fungsi Pada Sistem Pendidikan
Beberapa penelitian menunjukkan titik
berat dari peranan sekolah yang mengembangkan interpersonal remaja dalam
mencapai pegetahuan, keterampilan, dan pewarisan budaya. Berdasarkan
penelitian itu tampak bahwa terdapat sebuah sekolah tingkat pertama di
desa yang mengatur 100 sampai 2000 siswa. Coleman (1961)
menemukan bahwa sekolah belum menyelesaikan atau membentuk popularitas
tertentu. Sebuah contoh, hanya 31% pelajar putri dicari menjadi kelompok
pelajar istimewa tapi 45% dicari mengingat sebagian jadi atlet, dan
umumnya 28% laki-laki sebagai pelajar istimewa mengingat kekurangan
mereka, tapi 72% kekurangannya dipanggil kembali pada biasanya. Smilarly Snyder
(1972) menemukan bahwa umumnya sekolah lanjutan tingkat pertama paling
penting menyeleksi kriteria antara laki-laki dan perempuan untuk
memberikan penghargaan dan status yang membawa kualitas individu.
Berikutnya yang paling penting, memiliki materi, aktivitas sosial, dan
olahraga. Prestasi sekolah melihat kualitas dan rangking mereka.
Selain itu, Johnston and Bachman (1976)
dalam suatu penelitian pada sebuah negara kemungkinan sampel 2100 guru
sekolah menemukan bahwa baik guru maupun peserta didik hampir semuanya
berpendapat, dimanakah letak fungsi sebenarnya sekolah menengah.
Group-group percaya bahwa olahraga telah memberi tempat dan titik berat
pada sekolah mereka. Fungsinya kurang lebih memberikan keterampilan dan
menitikberatkan pada pewarisan budaya, norma dan nilai.
Bagaimanapun juga data yang dilaporkan
oleh Johnston dan Bachman serta peneliti lainnya ada indikasi yang
paling mendasar untuk fungsi-fungsi terakhir. Frieson (1968)
meneliti tentang 15.000 pelajar pada 19 sekolah di Kanada. Dia
menemukan bahwa pelajar yang kelihatan atletik dan populer dan yang
lebih penting untuk mempersoalkan fungsi kesuksesan. Tetapi mereka yakin
sekolah yang berprestasi lebih mementingkan fungsi kesuksesan untuk
masa depan dibandingkan dengan yang lainnya. Tambahan lain melihat
memperoleh keterampilan untuk masa depan dan peranan sebagai perpindahan
budaya, data dari Johnston dan Bachman (1976) mendukung fungsi pokok
dan menjadikan dengan menitikberatkan sekolah masa depan sebagai harapan
remaja yang terakhir. Selain olahraga, guru dan pelajar sepakat bahwa
peningkatan motivasi dan keinginan belajar merupakan fungsi yang paling
umum daripada isu tentang prestasi sekolah sebagai prioritas utama.
Beberapa sekolah negeri sebagai sampel, ada kendala besar dalam memperoleh keterampilan dan fungsi kewarisan budaya. Hadden (1969) mencatat bahwa 45% siswa yang belajar melihat sekolah sebagai sebuah harapan atau simbol kehancuran dunia “ sedangkan Rewer
mencatat dari 25% apa yang mereka telah pelajari kebodohan, kegagalan
dan kehilangan jati diri. Fungsi-fungsi itu lebih menambah tekanan
individu dan interpersonal. Hanya 2/3 sampel setuju bahwa “sekolah telah merubah seluruh pandangan saya sendiri”.
Kelihatannya semua peranan pendidikan
menyebutkan bahwa diakui siswa merupakan aspek paling penting dalam
pendidikan, bagaimanapun juga data dari sampel sebuah negara, atas
pelajar menunjukkan 75% percaya bahwa sekolah mampu memberikan sebuah
pekerjaan yang istemewa pada peserta didik.
Sekolah menjalankan beberapa fungsi,
paradigma tentang berbagai fungsi pendidikan telah dipikirkan oleh
berbagai ahli perkembangan remaja. Ausubel Montemayor dan Svajian (1977)
melihat bahwasanya dasar dari pendidikan adalah sebuah alat untuk
mengabadikan dan mewariskan kebudayaan serta mampu memberikan atau
menambah wawasan tentang hidup. Sekolah juga merupakan salah satu cara
untuk memindahkan dan mendapatkan dasar-dasar ilmu pengetahuan. Mecandless (1970)
mengungkapkan bahwa sekolah seharusnya berfungsi untuk memberikan
keterampilan dan mewariskan budaya ilmu pengetahuan dan nilai.
Bagaimanapun dia percaya sekurang-kurangnya sekolah memiliki fungsi umum
sebagai sebuah aktualisasi. Mecandless yakin bahwa sistem pendidikan
menciptakan sebuah latar belakang di mana remaja dapat bahagia dan
tertantang. Sekolah adalah sebuah tempat atau lembaga untuk
mengembangkan pribadi secara optimal, memaksimalkan identitas diri
individu serta individu mampu berbakti pada masyarakatnya.
Sekurang-kurangnya terdapat berbagai fungsi sekolah pada “personal” dan “interpersonal” yang kita kenal. Ausubel (1977)
di mana sekolah adalah sebuah tempat yang menggambarkan sebuah konteks
interaksi sosial dan mengembangkan kebersamaan. Meskipun remaja
diberikan kebebasan dari orang tua. Sekolah bagi remaja adalah sebuah
kesempatan untuk menemukan status atau identitas sosialnya. Mungkin kita
sepakat dengan murid sekolah yang mampu menunjukkan prestasi di luar
kurikulum dengan menempatkan pada kelas khusus atau kegiatan
ekstrakurikuler atau pula aktivitas organisasi di sekolah, misalnya
club-club olahraga. Pendidikan dan latihan yang didapatkan di luar
sekolah makin patut diberikan untuk status sosialnya di masa depan.
B. Karakteristik Pendidikan Selama Masa Remaja
Proses belajar akan berhasil apabila
sesuai dengan minat dan kebutuhan bagi seorang individu. Cita-cita
tentang jenis pekerjaan di masa yang akan datang merupakan faktor
penting yang mempengaruhi minat dan kebutuhan bagi remaja untuk belajar.
Olehnya itu, remaja secara sadar telah mengetahui pula bahwa untuk
mencapai jenis pekerjaan yang diidamkan itu memerlukan saran pengetahuan
dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki. Hal inilah yang
membimbing remaja menentukan pilihan jenis pendidikan yang akan diikuti.
Remaja pada usia 13-14 tahun atau pada usia awal remaja (pre-adolescence)
di mana jenjang pendidikan berada pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP, mereka mulai mengenal sistem baru dalam sekolah. Misalnya,
perkenalan dengan banyak guru yang memiliki berbagai macam sifat dan
kepribadian. Hal ini menunjukkan perlunya kemampuan untuk menyesuaikan
diri terhadap situasi yang beragam. Begitu pula anak mulai mengenal
berbagai mata pelajaran yang harus dipelajari dengan berbagai
karakteristiknya. Di SLTP belum ada masalah pemilihan jurusan, tetapi
untuk tingkat SLTA yaitu saat anak berusia sekitar 15-18 tahun,
pemilihan jurusan itu telah pula diperkenalkan.
Di samping pengenalan terhadap sistem
pendidikan, para remaja tersebut juga memiliki teman sejawat yang
semakin luaslingkungannya dan ia mulai mengenal anak lain dengan
berbagai macam latar belakang keadaan keluarga. Dengan kata lain, remaja
mengenal dan memiliki masyarakat baru yang merupakan masyarakat sekolah
atau teman sebaya. Dengan demikian, mereka memiliki tiga lingkungan
pendidikan yang pola dan karakteristiknya berbeda-beda. Remaja memiliki
tiga lingkungan kehidupan, yang ketiga-tiganya mempunyai corak yang
berbeda serta masing-masing memikul tanggung jawab dalam penyelenggaraan
pendidikan. Mengingat hal itu, maka setiap remaja berada pada posisi
pendidikan yang majemuk, mereka berada di lingkungan kehidupan
pendidikan keluarga, kehidupan pendidikan masyarakat, dan kehidupan
pendidikan sekolah yang diikutinya. Yang mana dari masing-masing
lingkungan kehidupan pendidikan itu tidak selalu sama dasar dan
tujuannya. Oleh karena itu, remaja seperti “ditantang” untuk mampu
mengatasi problema keanekaragaman tersebut dan mampu menempatkan dirinya
dengan tepat dan harmonis.
1. Lingkungan Pendidikan di Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan
yang pertama dan utama bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan keluarga
lebih menekankan pada aspek moral atau pembentukan kepribadian daripada
pendidikan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Dasar dan tujuan
penyelenggaraan pendidikan keluarga bersifat indiviual yang sesuai
dengan pandangan hidup pada masing-masing keluarga, sekalipun secara
nasional bagi keluarga-keluarga bangsa indonesia memiliki dasar yang
sama, yaitu Pancasila. Ada keluarga yang dalam mendidik anaknya
mendasarkan pada kaidah-kaidah agama dan menekankan proses pendidikan
pada pendidikan agama dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya
menjadi orang yang saleh dan senantiasa takwa dan iman kepada Tuhan Yang
maha Esa. Ada pula keluarga yang dasar dan tujuan penyelenggaraan
pendidikannya berorientasi kepada kehidupan sosial ekonomi
kemasyarakatan dengan tujuan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi orang
yang produktif dan bermanfaat dalam kehidupan bemasyarakat.
Anak dan remaja di dalam keluarga
berkedudukan sebagai anak didik dan orang tua sebagai pendidiknya.
Secara garis besar corak dan pola pada penyelenggaraan pendidikan
keluarga dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu; pendidikan
otoriter, pendidikan demokratis, dan pendidikan liberal. Berkaitan
dengan itu, pendidikan yang bercorak otoriter memberikan kesan di mana
anak-anak senantiasa harus mengikuti apa yang telah digariskan oleh
orang tuanya, sedang pada pendidikan yang bercorak liberal, anak-anak
lebih cenderung diberikan kebebasan oleh orang tuanya untuk menentukan
tujuan dan cita-citanya. Dari beberapa pola pendidikan itu, diketahui
bahwa kebanyakan keluarga di Indonesia mengikuti corak pendidikan yang
demokratis. Selanjutnya, makna pendidikan yang demokratis itu oleh Ki
Hadjar Dewantara dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan itu
hendaknya ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang artinya : di depan memberi contoh, di tengah membimbing, dan di belakang memberi semangat.
2. Lingkungan Pendidikan di Masyarakat
masyarakat merupakan lingkungan alami
kedua yang dikenal anak-anak. Anak remaja telah banyak mengenal
karakteristik masyarakat dengan berbagai norma dan keragamannya. Kondisi
masyarakat amat beragam, tentu banyak hal yang harus diperhatikan dan
diikuti oleh anggota masyarakat, dan dengan demikian para remaja perlu
memahami hal itu. Sehubungan dengan itu, maka tidak jarang para remaja
memiliki perbedaan pandangan dengan para orang tua, sehingga norma dan
perilaku remaja dianggap tidak sesuai dengan norma masyarakat yang
sedang berlaku. Hal ini tentu saja akan berdampak pada pembentukan
pribadi remaja. Perbedaan ini dapat mendorong para remaja untuk
membentuk kelompok-kelompok sebaya yang memiliki kesamaan pandangan.
Di balik itu di dalam masyarakat terdapat
tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh kuat terhadap pola hidup
masyarakatnya. Namun hal itu terkadang tidak mampu mempengaruhi
kehidupan remaja, akibatnya para remaja kadang-kadang melakukan
tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan masyarakat, atau
para remaja dengan sengaja menghindar dari aturan dan ketentuan
masyarakat.
Dalam menjalankan fungsi pendidikan,
masyarakat banyak membentuk atau mendirikan kelompok-kelompok atau
paguyuban-paguyuban atau kursus-kursus yang secara sengaja disediakan
untuk anak remaja dalam upaya mempersiapkan hidupnya dikemudian hari.
Kursus-kursus yang dimaksud pada umumnya berorientasi kepada dunia
kerja. Namun, banyak kelompok kegiatan atau kursus-kursus yang dibangun
masyarakat tersebut kurang menarik perhatian remaja; oleh para remaja
apa yang disediakan itu dinilainya tidak sesuai dengan perkembangan
zaman. Kondisi semacam itu banyak merangsang pemikiran remaja yang
responnya belum tentu positif. Banyak kelompok remaja yang membayangkan
masa depannya suram dan mereka membentuk kelompok yang diberi nama
“Madesu”.
3. Lingkungan Pendidikan di Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan artifisial
yang sengaja diciptakan untuk membina anak-anak ke arah tujuan tertentu,
khususnya untuk memberikan kemampuan dan keterampilan sebagai bekal
kehidupannya di kemudian hari. Bagi para remaja pendidikan jalur sekolah
yang diikutinya adalah jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Di mata remaja sekolah dipandang sebagai lembaga yang cukup
berpengaruh terhadap terbentuknya konsep yang berkenaan dengan nasib
mereka di masa mendatang. Mereka menyadari jika prestasi atau hasil yang
dicapaidi sekolah itu baik, maka hal itu akan membuka kemungkinan
hidupnya di kemudian hari menjadi cerah, tetapi sebaliknya apabila
prestasi yang dicapainya kurang baik, maka hal itu dapat berakibat pada
gelapnya masa depan mereka. Kegagalan sekolah bagi remaja dipandang
sebagai awal dari kegagalan hidupnya. Dengan demikian, sekolah dipandang
banyak mempengaruhi kehidupannya. Oleh karena itu, remaja telah
memikirkan benar-benar dalam memilih dan mendapatkan sekolah yang
diperkirakan mampu memberikan peluang baik baginya dikemudian hari.
Pandangan ini didasari oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi,
sosial, dan harga diri (status dalam masyarakat). Akan tetapi, dalam
menentukan pilihan sekolah masih banyak terjadi campur tangan orang tua
yang terlalu besar. Hal itu sering membawa akibat kegagalan dalam
pendidikan sekolah karena anak terpaksa mengikuti pelajaran yang tidak
sesuai dengan pilihan dan minatnya.
Dunia pendidikan, baik jalur sekolah
maupun jalur luar sekolah, menyediakan berbagai jenis program yang
diperkirakan relevan dengan kebutuhan jenis tenaga kerja di masyarakat.
Untuk menetapkan pilihan jenis pendidikan dan pekerjaan yang diidamkan
banyak faktor yang harus dipertimbangkan yang meliputi :
- Faktor prediksi masa depan.
- Faktor prestasi yang menggambarkan bakat dan minat remaja.
- Faktor kehidupan yang dapat diamati dari kondisi beragamnya lapangan kerja di masyarakat.
- Kemampuan daya saing setiap individu.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan Pada Masa Remaja
a. Faktor Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi keluarga banyak
menentukan perkembangan kehidupan pendidikan dan karier anak. Kondisi
sosial yang menggambarkan status orang tua merupakan faktor yang
“dilihat” oleh anak untuk menentukan pilihan sekolah dan pekerjaan.
Secara tidak langsung keberhasilan orang tua merupakan “beban” bagi
anak, sehingga dalam menentukan pilihan pendidikan tersirat untuk ikut
mempertahankan kedudukan orang tua. Di samping itu, secara eksplisit
orang tua menyampaikan harapan hidup anaknya yang tercermin pada
dorongan untuk memilih jenis sekolah atau pendidikan yang diidamkan oleh
orang tua.
Faktor ekonomi mencakup kemampuan ekonomi
orang tua dan kondisi ekonomi negara (masyarakat). Yang pertama
merupakan kondisi utama karena menyangkut kemampuan orang tua dalam
membiayai pendidikan anaknya. Banyak anak berkemampuan intelektual
tinggi tidak dapat menikmati pendidikan yang baik disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan ekonomi orang tuanya.
b. Faktor Lingkungan
Pengaruh dari faktor lingkungan ini
meliputi tiga macam. Pertama, lingkungan kehidupan masyarakat, seperti
lingkungan masyarakat perindustrian, pertanian, atau lingkungan
perdagangan. Dikenal pula lingkungan masyarakat akademik atau lingkungan
di mana para anggota masyarakatnya pada umumnya terpelajar atau
terdidik. Lingkungan kehidupan semacam itu akan membentuk sikap anak
dalam menentukan pola kehidupan yang pada gilirannya akan mempengaruhi
pemikiran remaja dalam menentukan jenis pendidikan dan karier yang
diidamkan.
Kedua, lingkungan kehidupan rumah tangga
di mana kondisi sekolah merupakan lingkungan yang langsung berpengaruh
terhadap kehidupan pendidikan dan cita-cita karier remaja. Lembaga
pendidikan atau sekolah yang baik mutunya, yang memelihara kedisiplinan
cukup tinggi akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan
perilaku kehidupan pendidikan anak dan pola pikirnya dalam menghadapi
karier.
Ketiga, lingkungan teman sebaya. Bahwa
pergaulan teman sebaya akan memberikan pengaruh langsung terhadap
kehidupan pendidikan masing-masing remaja. Lingkungan teman sebaya akan
memberikan peluang bagi remaja (laki-laki atau wanita) untuk menjadi
lebih matang. Di dalam kelompok sebaya seorang gadis berkesempatan untuk
menjadi seorang wanita dan perjaka untuk menjadi seorang laki-laki
serta belajar mandiri sesuai dengan kodratnya.
c. Faktor Pandangan Hidup
Pandangan hidup merupakan bagian yang
terbentuk dari lingkungan. Pengejawantahan pandangan hidup tampak pada
pendirian seseorang, terutama dalam menyatakan cita-cita hidup bagi
remaja. Dalam memilih lembaga pendidikan, seorang individu dipengaruhi
oleh kondisi keluarga yang melatarbelakangi. Remaja yang berasal dari
kalangan keluarga kurang, umumnya bercita-cita untuk di kemudian hari
menjadi orang yang berkecukupan (kaya), dan dengan demikian dalam
memilih jenis pendidikan berorientasi kepada jenis pendidikan yang dapat
mendatangkan banyak uang, misalnya; kedokteran, ekonomi, dan ahli
teknik.
D. Implikasi Tugas-tugas Perkembangan Remaja Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Memperlihatkan banyaknya faktor kehidupan
yang berada di lingkungan remaja, maka pemikiran tentang
penyelenggaraan pendidikan juga harus memperhatikan faktor-faktor
tersebut. Sekalipun dalam penyelenggaraan pendidikan diakui bahwa tidak
mungkin memenuhi tuntutan dan harapan seluruh faktor yang berlaku
tersebut. Berkaitan dengan hal itu, maka terdapat beberapa implikasi
dari tugas-tugas perkembangan remaja dalam penyelenggaraan pendidikan
yang meliputi ;
a. Pendidikan yang berlaku di Indonesia,
baik pendidikan yang diselenggarakan di dalam sekolah maupun di luar
sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam bentuk klasikal.
Penyelenggaraan pendidikan klasikal ini berarti memberlakukan sama semua
tindakan pendidikan kepada semua remaja yang tergabung di dalam kelas,
sekalipun masing-masing diantara mereka sangat berbeda-beda. Pengakuan
terhadap kemampuan setiap pribadi yang beraneka ragam itu menjadi
kurang. Oleh karena itu, yang harus mendapatkan perhatian di dalam
penyelenggaraan pendidikan adalah sifat-sifat dan kebutuhan umum remaja,
seperti pengakuan akan kemampuannya, ingin untuk mendapatkan
kepercayaan, kebebasan, dan semacamnya.
b. Beberapa usaha yang perlu dilakukan
dalam penyelenggaraan pendidikan sehubungan dengan minat dan kemampuan
remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita kehidupannya antara lain adalah
:
-Bimbingan karier dalam upaya mengarahkan
siswa untuk menentukan pilihan jenis pendidikan dan jenis pekerjaan
sesuai dengan kemampuannya.
-Memberikan latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan berorientasi kepada kondisi (tuntutan) lingkungan.
-Penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan kurikulum muatan lokal.
c. Keberhasilan dalam memilih pasangan
hidup untuk membentuk keluarga banyak ditentukan oleh pengalaman dan
penyelesaian tugas-tugas perkembangan masa-masa sebelumnya. Untuk
mengembangkan model keluarga yang ideal maka perlu dilakukan :
-Bimbingan tentang cara pergaulan dengan mengajarkan etika pergaulan lewat pendidikan budi pekerti dan pendidikan keluarga.
-Bimbingan siswa untuk memahami norma
yang berlaku baik di dalam keluarga, sekolah, maupun di dalam
masyarakat. Untuk kepentingan ini diperlukan arahan untuk kebebasan
emosional dari orang tua.
d. Pendidikan tentang nilai kehidupan
untuk mengenalkan norma kehidupan sosial kemasyarakatan perlu dilakukan.
Dalam hal ini perlu dilakukan pendidikan praktis melalui organisasi
pemuda, pertemuan dengan orang tua secara periodik, dan pemantapan
pendidikan agama baik di dalam maupun di luar sekolah.
http://www.smkn1-rotabayat.sch.id
http://www.smkn1-rotabayat.sch.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar