Ketahanan Mengatasi Kesulitan Sebagai Upaya Menjadi Remaja Tegar
Remaja mengalami masa perubahan dari masa
kanak-kanak menuju masa remaja. Perubahan itu membutuhkan
penyesuaian-penyesuaian diri agar selaras dengan tuntutan sosial. Penyesuaian
diri remaja mengalami tantangan, terutama di zaman penuh perubahan seperti saat
ini, yaitu zaman yang penuh dengan perubahan dalam bidang teknologi informasi.
Dengan kecepatan informasi, remaja akan mendapatkan aneka ragam informasi yang
akan membentuk karakter dan menemukan jati diri. Dengan teknologi informasi,
juga berdampak negatif pada perkembangan remaja dan anak muda. Masa muda adalah
masa pencarian identitas. Menurut Marcia (1980), perkembangan identitas itu
terjadi selain dari mencari secara aktif (eksplorasi). Setiap hari terjadi
penyimpangan perilaku yang dipublikasikan oleh media massa. Penyimpangan itu
mulai dari pergaulan bebas, kekerasan, kehilangan identitas dan jati diri, stres
pekerjaan dan di sekolah, pengangguran. Tekanan hidup makin tinggi, membuat
orang bekerja dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Orang bekerja ke kota
dan meninggalkan anak-anak mereka di rumah. Pertanyaan yang muncul, bagaimana
menyiapkan remaja yang tegar yang mampu bertahan dari godaan era globalisasi
?
Ketahanan Mengatasi Kesulitan Sebagai Upaya Menjadi
Remaja Tegar
(Makalah ini disampaikan
pada acara Bupati Temu Kader, pada kegiatan orientasi kader kelompok PIK Remaja
yang dilaksanakan oleh Pemda Probolinggo, Hari kamis, 23 Juni 20011 di Islamic
Center Kraksaan Probolinggo.)
Remaja mengalami masa perubahan dari masa
kanak-kanak menuju masa remaja.
Perubahan itu membutuhkan
penyesuaian-penyesuaian diri agar selaras dengan tuntutan sosial. Penyesuaian
diri remaja mengalami tantangan, terutama
di zaman penuh perubahan seperti saat
ini, yaitu zaman yang penuh dengan perubahan dalam bidang teknologi informasi. Dengan kecepatan informasi,
remaja akan mendapatkan aneka ragam informasi yang akan membentuk karakter dan
menemukan jati diri. Dengan teknologi
informasi, juga berdampak negatif pada perkembangan remaja dan anak muda. Masa muda adalah masa pencarian identitas.
Menurut Marcia (1980),
perkembangan identitas itu terjadi selain dari mencari secara aktif
(eksplorasi). Setiap hari terjadi penyimpangan perilaku yang dipublikasikan oleh
media massa. Penyimpangan itu mulai dari
pergaulan bebas, kekerasan,
kehilangan identitas dan jati diri, stres pekerjaan dan di sekolah,
pengangguran. Tekanan hidup makin tinggi,
membuat orang bekerja dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Orang bekerja
ke kota dan meninggalkan anak-anak mereka di rumah. Pertanyaan yang muncul, bagaimana menyiapkan remaja yang tegar yang mampu
bertahan dari godaan era globalisasi ?
Tulisan ini mencoba untuk merangkai cara bagi
remaja mengatasi berbagai kesulitan yang dijumpai pada proses penyesuaian diri
remaja sehingga tercapai remaja yang tangguh, tegar dan berpikir cemerlang untuk
mempersiapkan masa depan dengan kegiatan yang positif.
Pertama,
Penguatan remaja akan nilai-nilai agama dan spiritual. Remaja menjadi kokoh dan tahan terhadap
godaan apabila ada benteng iman dan takwa kepada Allah SWT. Untuk itu, sejak
kecil orang tua perlu menanamkan nilai-nilai relegiusitas bagi remaja.
Nilai-nilai agama, seperti solat lima waktu melatih disiplin waktu, makan dan
minum yang baik dan halal, berbuat baik kepada semua orang, hormat pada orang
tua dan guru serta nilai-nilai kebaikan yang lain. Remaja yang memiliki
nilai-nilai agama yang kuat akan menjadikan tameng dari berbagai ajakan teman
dan media massa. Remaja perlu menfilter informasi yang diterima. Alih-alih,
berjilbab sebagai tradisi keislaman, tetapi perilaku remaja belum mencerminkan
nilai-nilai Islam. Masih ditemukan sebagain
remaja putri berjilbab, tetapi masih pacaran di jalan umum. Seperti
pacaran di sekolah, di tepat-tempat wisata. Remaja hanya menutupi aurat dengan
berjilbab, tetapi tidak disertai mengekang nafsu. Kedangkalan nilai-nilai agama
dan tradisi itulah yang menyebabkan remaja mudah larut dalam pergaulan tanpa
batas yang mengarah pada pergaulan bebas.
Orang tua dan guru perlu menanamkan active intellectual dengan membangkitkan
mengamalkan nilai-nilai relegiusitas dan spiritualitas serta nilai-nilai sosial
dan budaya bangsa. Kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai akhlak
mulia menjadi spirit dari tujuan pendidikan nasional. Active intellectual dicapai dengan
menyatukan antara domain kognitif dengan nilai-nilai relegiusitas dan
spritualitas. Ada beberapa domain kognitif, afektif, psikomotorik, dan
relegiusitas dan spritualitas yang bisa mempengaruhi tingkah laku anak-anak.
Misalnya, anak meyakini kebenaran bahwa mencuci tangan adalah upaya menjaga
kesehatan, sekaligus mengamalkan ajaran agama Islam agar sebelum makan, mereka
mencuci tangan dan berdoa agar mendapatkan keberkahan. Apa yang dilakukan adalah
upaya untuk menalar dengan pikiran sekaligus menghayati dan mengamalkan ajaran
agama.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang
memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar
dan sekolah ikut memberikan nuansa pada
perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat
sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan anak. Menurut Kartini Kartono (2003) kenakalan remaja (deliquensi) yang dilakukan oleh anak-anak, para remaja itu pada
umumnya merupakan produk dari konstitusi defektif mental orang tua, anggota
keluarga dan lingkungan tentangga terdekat, ditambah dengan nafsu primitif dan agresivitas yang tidak
terkendalikan.
Kedua,
Penampilan fisik sesuai nilai-nilai tradisi dan budaya. Hilangnya akar-sosial dan budaya akan membuat remaja
tidak memiliki karakter yang kokoh. Pergaulan bebas melanggar norma susila dan
agama yang hanya akan merapuhkan mental remaja. Pergaulan bebas
biasanya mereka peroleh dari film, televisi dan internet. Informasi dari
internet kebanyakan bebas nilai. Pergeseran nilai-nilai tradisi lokal berganti
dengan cara hidup orang global yang melintasi negara, agama membuat aneka
perubahan remaja yang beraneka ragam. Serbuan ideologi, trend mode pakaian,
membuat penampilan remaja menjadi sesuatu yang unik dan dianalisa. Tampilan yang
hanya mengikuti trend di internet dan di hp akan mencerabut akar budaya
dilingkungannya. (Bodly experiance)
penampilan fisik remaja, seperti laki-laki memakai anting, tindik di hidung,
dan di lidah serta bibir, rambut cepak
atau gondrong, adalah penampilan remaja untuk diakui sebagai identitas diri.
Lihatlah, sebagian remaja sekarang
menjadi hal yang biasa berpenampilan “aneh” seperti meniru gaya barat, kemanapun
pergi membawa hp (hand phone), rambut
bersemir merah, biru, baju bikini dan penampilan “rock and roll”,
padahal mereka hidup di desa yang terpencil. Fenomena tersebut menjadi kian
memilukan tatkala remaja mengalami penyimpangan perilaku, seperti remaja menjadi
ABG (Anak Baru Gede) yang lesbi, atau homo seksual. Perilaku penyimpangan juga
terjadi pada sebagian remaja yang terperosok pada penipuan kerja di kota. Dengan
mengandalkan modal fisik tanpa disertai ilmu pengetahuan, seringkali remaja
terjebak pada dengan maraknya prostitusi yang menggunakan remaja sebagai pangsa
pasar bisnis seks. Remaja dijual sebagai bisnis prostitusi yang terselubung,
seperti penjaga kafe, panti pijat, yang
menggunakan sasaran remaja melayani para tamu dengan hidangan seks untuk
hiburan. Kenakalan remaja adalah
perilaku menyimpang dari atau melanggar hukum yang individu. Menurut Cavan
(dalam Willis, 1994) dalam bukunya yang berjudul Juvenile Delinguency,
menggambarkan kenakalan remaja sebagai gangguan pada anak dan remaja untuk
memenuhi beberapa kewajiban yang diharapkan dari mereka oleh lingkungan
sosialnya dimana ia berada. (Willis, S. 1994).
Ketiga, Membangun karakter akhlak mulia.
Masalah yang
dihadapi remaja sangat komplek. Jumlah angkatan kerja 40 juta jiwa dan semakin
bertambah tiap tahun. Remaja dewasa berebut mencari lapangan kerja. Angkatan
kerja mulai dari lulusan SMA dan lulusan perguruan tinggi. Pekerjaan memicu
orang makin stres. Tuntutan kerja yang tinggi, persaingan yang ketat serta
pemutusan hubungan kerja yang mengancam demi
efisiensi. Mengelola stres membutuhkan tidak cukup hanya pikiran saja mengatasi
sejumlah stres yang melanda. Mulai dari kemiskinan yang makin lebar, terorisme
yang tak kunjung bisa diatasi hingga persoalan transportasi publik yang tidak
tepat waktu. Stres ada di rumah dan ditempat kerja. Tidak meratanya pembangunan,
membuat orang melakukan konsentrasi pekerjaan di pusat kota, seperti Jakarta dan
Surabaya serta kota-kota propinsi. Sebaliknya, di desa di luar jawa makin sepi,
karena penduduknya semakin pindah ke pusat kota yang banyak pilihan pekerjaan.
Kepadatan penduduk tidak hanya memicu orang menjadi stres tetapi juga
menimbulkan masalah sosial yang berdampak pada lingkungan. Manusia sekarang
menghadapi perubahan setiap saat. Perubahan iklim menyebabkan konflik
kemanusiaan dan kerusakan alam. Kemacetan telah membuat sebagian orang mengalami
stres. Kemiskinan dan kepadatan penduduk memicu orang berbuat kasar dan saling
menyikut antar satu dengan yang lain. Para orang tua sibuk dengan pekerjaan
masing-masing sementara anak-anak remaja tidak terawat dengan baik pertumbuhan
fisik dan psikologisnya. Keresahan masyarakat pada kalangan anak-anak remaja
mereka bisa dipahami. Semua orang tua menginginkan anak-anak mereka tumbuh
dengan baik, dan mengembangkan diri remaja ke arah positif. Remaja tidak hanya
menjadi perhatian orang tua. Ditangan remaja bangsa dan negara ini akan
diwariskan. Jika remaja dan anak muda dan orang dewasa menderita sakit mental,
seperti gejala idiot disatu desa, kampung gila karena banyaknya orang gila yang
makin meningkat hingga 52 orang dalam satu desa, maka sungguh memprihatinkan.
Banyak remaja mengalami sakit (illness), yaitu sakit yang berhubungan
dengan psikologis. Terkadang, orang tua dan masyarakat cenderung tidak perduli
dengan masalah sakit secara psikologis, seperti takut, cemas, stress, trauma dan
lainnya yang berhubungan dengan jiwa anak. Sebaliknya para orang tua lebih takut
apabila anaknya sakit yang berhubungan dengan fisik (sickness), seperti demam tinggi, batuk
pilek, diare. Padahal sakit secara fisik maupun secara mental sama pentingnya
yang seharusnya menjadi perhatian para orang tua dan
masyarakat. Kenakalan remaja (juvenile delinquent) ialah perilaku jahat (dursila), atau
kejahatan atau kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit
(patologis) secara sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk
pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang
menyimpang. Anak-anak remaja yang delinquent atau nakal itu disebut pula
sebagai anak cacat secara sosial. (Dr. Kartini
Kartono, 2005: 6).
Keempat, Membangkitkan nurani Remaja.
Membangkitkan
nurani dimulai dari hal-hal yang kecil seperti dirumah. Misalnya, dimulai dari
penumbuhan karakter dari rumah. Anak-anak remaja dibiasakan untuk makan di
rumah, tidak makan di warung-warung. Karena makanan di warung seringkali tidak
cukup sehat apabila dikonsumsi terus menerus. Anak-anak menjadi boros dan
memilih menu yang tidak sehat. Orang tua perlu menyediakan menu yang
bervariasi di rumah, agar anak-anak remaja mereka betah
dan makan masakan yang sehat dari orang tua mereka. Pada saat makan, remaja bisa
berkomunikasi dengan orang tua tentang keluhan mereka di sekolah, pengalaman
hidup mereka dengan teman-teman, serta keinginan remaja. Orang tua perlu
mendengarkan keluhan remaja dan membantu mengatasi kesulitan remaja. Jika rasa
terbuka anak dan orang tua muncul, maka akan mudah orang tua membangun ikatan
emosional dengan anak-anak remaja dan nasehat orang tua akan diikuti oleh anak.
Orang tua yang perduli, anak akan memperhatikan saran dan nasehat orang tua.
Jika orang tua mengabaikan, anak akan sulit menerima saran dan nasehat orang
tua. Anak menjadi tertutup dan bertanya pada orang lain atau media internet yang
bebas nilai tentang cara mengatasi masalah mereka. Remaja
yang sering keluar di jalan, mereka akan
menonton orang-orang yang pacaran di pinggir jalan, dan mereka akan meniru
perilaku yang tidak baik.
Mengelola stres dengan membangkitkan
kecerdasan pikiran, kecerdasan emosi serta kecerdasan nurani akan membantu
remaja mampu memilih kegiatan yang positif bagi kehidupannya. Kegiatan yang
berguna dan membawa kebaikan bagi diri dan masa depan mereka. Kecerdasan nurani
juga mampu membentengi mereka dari kegiatan yang merusak seperti pergaulan
bebas, perkelahian dan kekerasan. Remaja juga perlu belajar memilih kegiatan
yang positif bagi kehidupan mereka, bergaul dengan sehat yang tidak melanggar
norma agama, nilai budaya, nilai-nilai masyarakat. Penumbuhan karakter yang
perlu diajarkan kepada anak oleh masing-masing orang tua, guru dan tokoh agama
perlu menjadi perhatian serius.
Bagaimana upaya orangtua, guru, dan
masyarakat menjaga anak remaja ditengah
perubahan zaman globalisasi? Jika membaca realitas, remaja lebih banyak tinggal
dan menghabiskan waktu mereka di sekolah dan di rumah. Di sekolah seharusnya
anak-anak remaja belajar ilmu, moral, nilai-nilai luhur bangsa. Sekolah
seharusnya bisa membentengi anak-anak remaja dari pengaruh negatif globalisasi.
Remaja perlu dibantu untuk tumbuh secara sehat. Tetapi realitasnya, menurut
Suyata, 2011 dalam seminar pendidikan di UNESA menjelaskan bahwa sistem
persekolahan perlu dicermati bagaimana agar menjadi sekolah yang efektif. Jika diamati, persekolahan telah kehilangan sense of community, yaitu hilangnya
solidaritas sosial, hilangnya rasa kebersamaan,
hilangnya sense of identity,
kehilangan jati diri, karena sekolah
dibuat seragam, kehilangan sense
of humanity, manusia tidak lagi menjadi sentral, karena diganti dengan label
yang meninggalkan kemanusiaan.
Kini, keteladanan sikap dan karakter menjadi
makin sulit dilihat oleh anak-anak. Pancasila sebagai falsafah bangsa jarang
diamalkan dalam nilai-nilai keseharian. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
kesatuan, musyawarah dan keadilan sulit ditemukan pada realitas kebangsaan.
Misalnya, sekarang orang cenderung tidak perduli dengan orang lain. Hidup makin
individualis. Segregasi antara yang kaya dan miskin makin lebar. Perumahan elit
dijaga oleh satpam dan pagar tinggi yang tidak ada interaksi antara satu dengan
yang lain. Mobil-mobil pribadi yang mewah makin banyak dan memacetkan jalan.
Sementara untuk orang-orang miskin, akses transportasi umum, sangat sering tidak
tepat waktu. Transportasi yang disediakan untuk anak-anak dan orang umum sangat
minim dan tidak layak. Bahkan, kendaraan umum seringkali terlambat. Anak-anak
menyaksikan hal yang biasa, kereta datang terlambat dan bis serta bemo menunggu
penumpang penuh dan melebihi kapasitas untuk berangkat. Tidak ada ketentuan yang
pasti pukul berapa orang akan tiba di tujuan. Kemacetan,
ketidakdisiplinan pengemudi dan
penumpang menjadi contoh
sehari-hari yang dilihat oleh anak dan remaja serta orang dewasa. Alih-alih menumbuhkan karakter disiplin
yang kuat, justru yang terjadi anak-anak remaja mengikuti kebiasaan orang dewasa
yang menganggap terlambat adalah hal yang biasa. Bahkan fenomena “bonek” bagi
suporter sepakbola tumbuh menakutkan, karena seringkali memicu perkelahian,
kekerasan dan merusak fasilitas umum dan pertokoan. Karakter kelompok remaja
jauh dari kedisiplinan dan rasa tanggung jawab.
Anak-anak remaja hanya mendapat informasi
tentang karakter seperti kejujuran, tanggung jawab dan disiplin dari sekolah
tetapi tidak terjadi dikehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu kiranya para guru
mengembalikan fungsi sekolah sebagai tempat untuk mendidik siswa-siswi dengan
nilai-nilai yang baik, nilai-nilai luhur bangsa yang bersumber dari agama,
budaya, sosial. Peran orang tua, guru dan masyarakat mendampingi remaja
menghadapi krisis identitas. Remaja perlu dibantu untuk mencapai tugas-tugas
perkembangan mereka. Tugas perkembangan remaja seperti mampu bertanggung jawab,
membuat keputusan yang bermanfaat bagi masa depan mereka, berpikir logis,
mengkalkulasi untung rugi suatu tindakan dan sikap, membaca peluang, belajar
disiplin waktu, mempersiapkan karier mereka, mengenali pekerjaan dan menjelaskan
ide dan gagasan perlu ditumbuhkan sejak usia SD-SMP-SMA-keperguruan tinggi.
Bimbingan dan konseling perlu dirancang disekolah guna menumbuhkan karakter
remaja yang kuat. Remaja yang perduli dengan cara hidup sehat dan membuat
persiapan untuk menghadapi dunia kerja dengan ilmu dan keterampilan. Kecerdasan
yang diasah dengan kemampuan serta karakter seperti inovasi, mampu bekerjasama,
dan memiliki akhlak yang mulia, akan bisa bertahan dengan perubahan zaman yang
cepat dan tidak menentu.
Akhirnya, untuk mengatasi remaja yang sering
terlibat tawuran, kekerasan, ngebut di jalanan yang rawan kecelakaan perlu
kiranya belajar kiat remaja tegar dengan cara memperbaiki karakter yang kuat.
Remaja perlu berlatih disiplin, kerja keras, membangun jaringan (net working),
pola hidup sehat. Untuk dapat mencapai karakter yang kuat remaja perlu
meningkatkan iman dan takwa kepada allah SWT, belajar Ilmu pengetahuan,
kecerdasan emosi, mendengarkan nasehat guru dan orang tua, mendengar kata hati,
dan menginvestasikan waktu untuk kepentingan jangka panjang serta memperbanyak
kegiatan positif
http://www.smkn1-rotabayat.sch.id
http://www.smkn1-rotabayat.sch.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar