Kamis, 10 Mei 2012

Ketahanan Mengatasi Kesulitan Sebagai Upaya Menjadi Remaja Tegar

Remaja mengalami masa perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Perubahan itu membutuhkan penyesuaian-penyesuaian diri agar selaras dengan tuntutan sosial. Penyesuaian diri remaja mengalami tantangan, terutama di zaman penuh perubahan seperti saat ini, yaitu zaman yang penuh dengan perubahan dalam bidang teknologi informasi. Dengan kecepatan informasi, remaja akan mendapatkan aneka ragam informasi yang akan membentuk karakter dan menemukan jati diri. Dengan teknologi informasi, juga berdampak negatif pada perkembangan remaja dan anak muda. Masa muda adalah masa pencarian identitas. Menurut Marcia (1980), perkembangan identitas itu terjadi selain dari mencari secara aktif (eksplorasi). Setiap hari terjadi penyimpangan perilaku yang dipublikasikan oleh media massa. Penyimpangan itu mulai dari pergaulan bebas, kekerasan, kehilangan identitas dan jati diri, stres pekerjaan dan di sekolah, pengangguran. Tekanan hidup makin tinggi, membuat orang bekerja dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Orang bekerja ke kota dan meninggalkan anak-anak mereka di rumah. Pertanyaan yang muncul, bagaimana menyiapkan remaja yang tegar yang mampu bertahan dari godaan era globalisasi ?



Ketahanan Mengatasi Kesulitan Sebagai Upaya Menjadi Remaja Tegar


 (Makalah ini disampaikan pada acara Bupati Temu Kader, pada kegiatan orientasi kader kelompok PIK Remaja yang dilaksanakan oleh Pemda Probolinggo, Hari kamis, 23 Juni 20011 di Islamic Center Kraksaan Probolinggo.)

Remaja mengalami masa perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Perubahan itu membutuhkan penyesuaian-penyesuaian diri agar selaras dengan tuntutan sosial. Penyesuaian diri remaja mengalami tantangan, terutama di zaman penuh perubahan seperti saat ini, yaitu zaman yang penuh dengan perubahan dalam bidang teknologi informasi. Dengan kecepatan informasi, remaja akan mendapatkan aneka ragam informasi yang akan membentuk karakter dan menemukan jati diri. Dengan teknologi informasi, juga berdampak negatif pada perkembangan remaja dan anak muda. Masa muda adalah masa pencarian identitas. Menurut Marcia (1980), perkembangan identitas itu terjadi selain dari mencari secara aktif (eksplorasi). Setiap hari terjadi penyimpangan perilaku yang dipublikasikan oleh media massa. Penyimpangan itu mulai dari pergaulan bebas, kekerasan, kehilangan identitas dan jati diri, stres pekerjaan dan di sekolah, pengangguran. Tekanan hidup makin tinggi, membuat orang bekerja dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Orang bekerja ke kota dan meninggalkan anak-anak mereka di rumah. Pertanyaan yang muncul, bagaimana menyiapkan remaja yang tegar yang mampu bertahan dari godaan era globalisasi ?
Tulisan ini mencoba untuk merangkai cara bagi remaja mengatasi berbagai kesulitan yang dijumpai pada proses penyesuaian diri remaja sehingga tercapai remaja yang tangguh, tegar dan berpikir cemerlang untuk mempersiapkan masa depan dengan kegiatan yang positif.
Pertama, Penguatan remaja akan nilai-nilai agama dan spiritual. Remaja menjadi kokoh dan tahan terhadap godaan apabila ada benteng iman dan takwa kepada Allah SWT. Untuk itu, sejak kecil orang tua perlu menanamkan nilai-nilai relegiusitas bagi remaja. Nilai-nilai agama, seperti solat lima waktu melatih disiplin waktu, makan dan minum yang baik dan halal, berbuat baik kepada semua orang, hormat pada orang tua dan guru serta nilai-nilai kebaikan yang lain. Remaja yang memiliki nilai-nilai agama yang kuat akan menjadikan tameng dari berbagai ajakan teman dan media massa. Remaja perlu menfilter informasi yang diterima. Alih-alih, berjilbab sebagai tradisi keislaman, tetapi perilaku remaja belum mencerminkan nilai-nilai Islam. Masih ditemukan sebagain remaja putri berjilbab, tetapi masih pacaran di jalan umum. Seperti pacaran di sekolah, di tepat-tempat wisata. Remaja hanya menutupi aurat dengan berjilbab, tetapi tidak disertai mengekang nafsu. Kedangkalan nilai-nilai agama dan tradisi itulah yang menyebabkan remaja mudah larut dalam pergaulan tanpa batas yang mengarah pada pergaulan bebas.
Orang tua dan guru perlu menanamkan active intellectual dengan membangkitkan mengamalkan nilai-nilai relegiusitas dan spiritualitas serta nilai-nilai sosial dan budaya bangsa. Kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai akhlak mulia menjadi spirit dari tujuan pendidikan nasional. Active intellectual dicapai dengan menyatukan antara domain kognitif dengan nilai-nilai relegiusitas dan spritualitas. Ada beberapa domain kognitif, afektif, psikomotorik, dan relegiusitas dan spritualitas yang bisa mempengaruhi tingkah laku anak-anak. Misalnya, anak meyakini kebenaran bahwa mencuci tangan adalah upaya menjaga kesehatan, sekaligus mengamalkan ajaran agama Islam agar sebelum makan, mereka mencuci tangan dan berdoa agar mendapatkan keberkahan. Apa yang dilakukan adalah upaya untuk menalar dengan pikiran sekaligus menghayati dan mengamalkan ajaran agama.
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan anak. Menurut Kartini Kartono (2003) kenakalan remaja (deliquensi) yang dilakukan oleh anak-anak, para remaja itu pada umumnya merupakan produk dari konstitusi defektif mental orang tua, anggota keluarga dan lingkungan tentangga terdekat, ditambah dengan nafsu primitif dan agresivitas yang tidak terkendalikan.
Kedua, Penampilan fisik sesuai nilai-nilai tradisi dan budaya. Hilangnya akar-sosial dan budaya akan membuat remaja tidak memiliki karakter yang kokoh. Pergaulan bebas melanggar norma susila dan agama yang hanya akan merapuhkan mental remaja. Pergaulan bebas biasanya mereka peroleh dari film, televisi dan internet. Informasi dari internet kebanyakan bebas nilai. Pergeseran nilai-nilai tradisi lokal berganti dengan cara hidup orang global yang melintasi negara, agama membuat aneka perubahan remaja yang beraneka ragam. Serbuan ideologi, trend mode pakaian, membuat penampilan remaja menjadi sesuatu yang unik dan dianalisa. Tampilan yang hanya mengikuti trend di internet dan di hp akan mencerabut akar budaya dilingkungannya. (Bodly experiance) penampilan fisik remaja, seperti laki-laki memakai anting, tindik di hidung, dan di lidah serta bibir, rambut cepak atau gondrong, adalah penampilan remaja untuk diakui sebagai identitas diri. Lihatlah, sebagian remaja sekarang menjadi hal yang biasa berpenampilan “aneh” seperti meniru gaya barat, kemanapun pergi membawa hp (hand phone), rambut bersemir merah, biru, baju bikini dan penampilan “rock and roll”, padahal mereka hidup di desa yang terpencil. Fenomena tersebut menjadi kian memilukan tatkala remaja mengalami penyimpangan perilaku, seperti remaja menjadi ABG (Anak Baru Gede) yang lesbi, atau homo seksual. Perilaku penyimpangan juga terjadi pada sebagian remaja yang terperosok pada penipuan kerja di kota. Dengan mengandalkan modal fisik tanpa disertai ilmu pengetahuan, seringkali remaja terjebak pada dengan maraknya prostitusi yang menggunakan remaja sebagai pangsa pasar bisnis seks. Remaja dijual sebagai bisnis prostitusi yang terselubung, seperti penjaga kafe, panti pijat, yang menggunakan sasaran remaja melayani para tamu dengan hidangan seks untuk hiburan. Kenakalan remaja adalah perilaku menyimpang dari atau melanggar hukum yang individu. Menurut Cavan (dalam Willis, 1994) dalam bukunya yang berjudul Juvenile Delinguency, menggambarkan kenakalan remaja sebagai gangguan pada anak dan remaja untuk memenuhi beberapa kewajiban yang diharapkan dari mereka oleh lingkungan sosialnya dimana ia berada. (Willis, S. 1994).
Ketiga, Membangun karakter akhlak mulia. Masalah yang dihadapi remaja sangat komplek. Jumlah angkatan kerja 40 juta jiwa dan semakin bertambah tiap tahun. Remaja dewasa berebut mencari lapangan kerja. Angkatan kerja mulai dari lulusan SMA dan lulusan perguruan tinggi. Pekerjaan memicu orang makin stres. Tuntutan kerja yang tinggi, persaingan yang ketat serta pemutusan hubungan kerja yang mengancam demi efisiensi. Mengelola stres membutuhkan tidak cukup hanya pikiran saja mengatasi sejumlah stres yang melanda. Mulai dari kemiskinan yang makin lebar, terorisme yang tak kunjung bisa diatasi hingga persoalan transportasi publik yang tidak tepat waktu. Stres ada di rumah dan ditempat kerja. Tidak meratanya pembangunan, membuat orang melakukan konsentrasi pekerjaan di pusat kota, seperti Jakarta dan Surabaya serta kota-kota propinsi. Sebaliknya, di desa di luar jawa makin sepi, karena penduduknya semakin pindah ke pusat kota yang banyak pilihan pekerjaan. Kepadatan penduduk tidak hanya memicu orang menjadi stres tetapi juga menimbulkan masalah sosial yang berdampak pada lingkungan. Manusia sekarang menghadapi perubahan setiap saat. Perubahan iklim menyebabkan konflik kemanusiaan dan kerusakan alam. Kemacetan telah membuat sebagian orang mengalami stres. Kemiskinan dan kepadatan penduduk memicu orang berbuat kasar dan saling menyikut antar satu dengan yang lain. Para orang tua sibuk dengan pekerjaan masing-masing sementara anak-anak remaja tidak terawat dengan baik pertumbuhan fisik dan psikologisnya. Keresahan masyarakat pada kalangan anak-anak remaja mereka bisa dipahami. Semua orang tua menginginkan anak-anak mereka tumbuh dengan baik, dan mengembangkan diri remaja ke arah positif. Remaja tidak hanya menjadi perhatian orang tua. Ditangan remaja bangsa dan negara ini akan diwariskan. Jika remaja dan anak muda dan orang dewasa menderita sakit mental, seperti gejala idiot disatu desa, kampung gila karena banyaknya orang gila yang makin meningkat hingga 52 orang dalam satu desa, maka sungguh memprihatinkan.
Banyak remaja mengalami sakit (illness), yaitu sakit yang berhubungan dengan psikologis. Terkadang, orang tua dan masyarakat cenderung tidak perduli dengan masalah sakit secara psikologis, seperti takut, cemas, stress, trauma dan lainnya yang berhubungan dengan jiwa anak. Sebaliknya para orang tua lebih takut apabila anaknya sakit yang berhubungan dengan fisik (sickness), seperti demam tinggi, batuk pilek, diare. Padahal sakit secara fisik maupun secara mental sama pentingnya yang seharusnya menjadi perhatian para orang tua dan masyarakat. Kenakalan remaja (juvenile delinquent) ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Anak-anak remaja yang delinquent atau nakal itu disebut pula sebagai anak cacat secara sosial. (Dr. Kartini Kartono, 2005: 6).
Keempat, Membangkitkan nurani Remaja. Membangkitkan nurani dimulai dari hal-hal yang kecil seperti dirumah. Misalnya, dimulai dari penumbuhan karakter dari rumah. Anak-anak remaja dibiasakan untuk makan di rumah, tidak makan di warung-warung. Karena makanan di warung seringkali tidak cukup sehat apabila dikonsumsi terus menerus. Anak-anak menjadi boros dan memilih menu yang tidak sehat. Orang tua perlu menyediakan menu yang bervariasi di rumah, agar anak-anak remaja mereka betah dan makan masakan yang sehat dari orang tua mereka. Pada saat makan, remaja bisa berkomunikasi dengan orang tua tentang keluhan mereka di sekolah, pengalaman hidup mereka dengan teman-teman, serta keinginan remaja. Orang tua perlu mendengarkan keluhan remaja dan membantu mengatasi kesulitan remaja. Jika rasa terbuka anak dan orang tua muncul, maka akan mudah orang tua membangun ikatan emosional dengan anak-anak remaja dan nasehat orang tua akan diikuti oleh anak. Orang tua yang perduli, anak akan memperhatikan saran dan nasehat orang tua. Jika orang tua mengabaikan, anak akan sulit menerima saran dan nasehat orang tua. Anak menjadi tertutup dan bertanya pada orang lain atau media internet yang bebas nilai tentang cara mengatasi masalah mereka. Remaja yang sering keluar di jalan, mereka akan menonton orang-orang yang pacaran di pinggir jalan, dan mereka akan meniru perilaku yang tidak baik.
Mengelola stres dengan membangkitkan kecerdasan pikiran, kecerdasan emosi serta kecerdasan nurani akan membantu remaja mampu memilih kegiatan yang positif bagi kehidupannya. Kegiatan yang berguna dan membawa kebaikan bagi diri dan masa depan mereka. Kecerdasan nurani juga mampu membentengi mereka dari kegiatan yang merusak seperti pergaulan bebas, perkelahian dan kekerasan. Remaja juga perlu belajar memilih kegiatan yang positif bagi kehidupan mereka, bergaul dengan sehat yang tidak melanggar norma agama, nilai budaya, nilai-nilai masyarakat. Penumbuhan karakter yang perlu diajarkan kepada anak oleh masing-masing orang tua, guru dan tokoh agama perlu menjadi perhatian serius.
Bagaimana upaya orangtua, guru, dan masyarakat menjaga anak remaja ditengah perubahan zaman globalisasi? Jika membaca realitas, remaja lebih banyak tinggal dan menghabiskan waktu mereka di sekolah dan di rumah. Di sekolah seharusnya anak-anak remaja belajar ilmu, moral, nilai-nilai luhur bangsa. Sekolah seharusnya bisa membentengi anak-anak remaja dari pengaruh negatif globalisasi. Remaja perlu dibantu untuk tumbuh secara sehat. Tetapi realitasnya, menurut Suyata, 2011 dalam seminar pendidikan di UNESA menjelaskan bahwa sistem persekolahan perlu dicermati bagaimana agar menjadi sekolah yang efektif. Jika diamati, persekolahan telah kehilangan sense of community, yaitu hilangnya solidaritas sosial, hilangnya rasa kebersamaan, hilangnya sense of identity, kehilangan jati diri, karena sekolah dibuat seragam, kehilangan sense of humanity, manusia tidak lagi menjadi sentral, karena diganti dengan label yang meninggalkan kemanusiaan.
Kini, keteladanan sikap dan karakter menjadi makin sulit dilihat oleh anak-anak. Pancasila sebagai falsafah bangsa jarang diamalkan dalam nilai-nilai keseharian. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, musyawarah dan keadilan sulit ditemukan pada realitas kebangsaan. Misalnya, sekarang orang cenderung tidak perduli dengan orang lain. Hidup makin individualis. Segregasi antara yang kaya dan miskin makin lebar. Perumahan elit dijaga oleh satpam dan pagar tinggi yang tidak ada interaksi antara satu dengan yang lain. Mobil-mobil pribadi yang mewah makin banyak dan memacetkan jalan. Sementara untuk orang-orang miskin, akses transportasi umum, sangat sering tidak tepat waktu. Transportasi yang disediakan untuk anak-anak dan orang umum sangat minim dan tidak layak. Bahkan, kendaraan umum seringkali terlambat. Anak-anak menyaksikan hal yang biasa, kereta datang terlambat dan bis serta bemo menunggu penumpang penuh dan melebihi kapasitas untuk berangkat. Tidak ada ketentuan yang pasti pukul berapa orang akan tiba di tujuan. Kemacetan, ketidakdisiplinan pengemudi dan penumpang menjadi contoh sehari-hari yang dilihat oleh anak dan remaja serta orang dewasa. Alih-alih menumbuhkan karakter disiplin yang kuat, justru yang terjadi anak-anak remaja mengikuti kebiasaan orang dewasa yang menganggap terlambat adalah hal yang biasa. Bahkan fenomena “bonek” bagi suporter sepakbola tumbuh menakutkan, karena seringkali memicu perkelahian, kekerasan dan merusak fasilitas umum dan pertokoan. Karakter kelompok remaja jauh dari kedisiplinan dan rasa tanggung jawab.
Anak-anak remaja hanya mendapat informasi tentang karakter seperti kejujuran, tanggung jawab dan disiplin dari sekolah tetapi tidak terjadi dikehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu kiranya para guru mengembalikan fungsi sekolah sebagai tempat untuk mendidik siswa-siswi dengan nilai-nilai yang baik, nilai-nilai luhur bangsa yang bersumber dari agama, budaya, sosial. Peran orang tua, guru dan masyarakat mendampingi remaja menghadapi krisis identitas. Remaja perlu dibantu untuk mencapai tugas-tugas perkembangan mereka. Tugas perkembangan remaja seperti mampu bertanggung jawab, membuat keputusan yang bermanfaat bagi masa depan mereka, berpikir logis, mengkalkulasi untung rugi suatu tindakan dan sikap, membaca peluang, belajar disiplin waktu, mempersiapkan karier mereka, mengenali pekerjaan dan menjelaskan ide dan gagasan perlu ditumbuhkan sejak usia SD-SMP-SMA-keperguruan tinggi. Bimbingan dan konseling perlu dirancang disekolah guna menumbuhkan karakter remaja yang kuat. Remaja yang perduli dengan cara hidup sehat dan membuat persiapan untuk menghadapi dunia kerja dengan ilmu dan keterampilan. Kecerdasan yang diasah dengan kemampuan serta karakter seperti inovasi, mampu bekerjasama, dan memiliki akhlak yang mulia, akan bisa bertahan dengan perubahan zaman yang cepat dan tidak menentu.
Akhirnya, untuk mengatasi remaja yang sering terlibat tawuran, kekerasan, ngebut di jalanan yang rawan kecelakaan perlu kiranya belajar kiat remaja tegar dengan cara memperbaiki karakter yang kuat. Remaja perlu berlatih disiplin, kerja keras, membangun jaringan (net working), pola hidup sehat. Untuk dapat mencapai karakter yang kuat remaja perlu meningkatkan iman dan takwa kepada allah SWT, belajar Ilmu pengetahuan, kecerdasan emosi, mendengarkan nasehat guru dan orang tua, mendengar kata hati, dan menginvestasikan waktu untuk kepentingan jangka panjang serta memperbanyak kegiatan positif

http://www.smkn1-rotabayat.sch.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar